MIXED FRESH INFO

Koruptor sepertinya susah untuk dihilangkan dari bangsa kita ini. Bagaimana tidak koruptor sepertinya hidup subur sejak dulu dan jika terkena sanksi atau hukuman akan mendapatkan hukuman yang tidak terlalu memberatkan. Selain itu, rencana sejumlah pihak yang terkait dalam pemberantasan korupsi sepertinya mengalami banyak halangan karena diduga ditunggangi oleh pihak-pihak yang terlibat didalamnya atau memiliki kepentingan tersembunyi. Hal ini seperti yang terlihat pada kasus lambannya respon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberikan surat pencekalan kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin sehingga yang bersangkutan bisa kabur ke luar negeri dengan alasan "berobat".

KPK berencana menanyai Nazaruddin seputar kedekatannya dengan Rosalina. Wanita ini pernah mengaku diperintah Nazaruddin mengatur pertemuan dengan Wafid dan Idris serta menentukan besaran success fee. Menurut Ketua KPK Busyro Muqoddas, penyidik KPK akan meminta penjelasan Nazaruddin pada Selasa pekan depan. Pernyataan ini muncul pada Rabu lalu, sehari sebelum Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengabarkan bahwa Nazaruddin telah pergi ke Singapura pada 23 Mei lalu. Sehari setelah Nazaruddin terbang ke Singapura, KPK baru meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu ke luar negeri.

Sepertinya KPK tidak bisa mengambil pelajaran yang berharga dari kasus sebelumnya dimana para koruptor kabur atau melarikan diri ke luar negeri sebelum dijatuhkan vonis hukuman. Padahal penyakit permanen yang dimiliki oleh koruptor ini adalah kabur, (beralasan) sakit, dan lupa ingatan. Kasus lupa ingatan ini dimiliki oleh Nunun Nurbatie. Padahal ketika mendapatkan komisi jika jumlahnya kurang dari perjanjian para koruptor ini tidak akan pernah lupa. Jadi sekarang tergantung KPK atau pihak yang ditugaskan untuk memberantas korupsi yang harus mencari cara bagaimana agar penyakit permanen koruptor ini bisa diobati.