Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menegaskan, selain harus tunduk kepada ajaran agamanya, terdakwa teroris Abu Bakar Ba'asyir juga harus tunduk dan taat kepada hukum yang berlaku di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi pembelaan Ba'asyir dalam duplik pribadi yang menolak semua hukum negara.
Hakim juga menanggapi pembelaan Ba'asyir yang mengutip surat dari Kairul Ghazali, tahanan Densus 88 Anti Teror Polri kepadanya. Dalam surat itu, Khairul menyebut keterangannya yang menyudutkan Ba'asyir terpaksa dia sampaikan setelah diintimidasi, diancam, hingga diiming-imingi oleh penyidik. Menurut hakim, seharusnya Ba'asyir menghadirkan Khairul sebagai saksi yang meringankan. Hakim tidak mengakui keterangan Khairul itu lantaran pihak Ba'asyir tidak menyerahkan surat asli yang ditulis Khairul sehingga tidak bisa dijamin keotentikannya.
Dalam pertimbangannya, hakim juga menolak pengakuan Ba'asyir yang menyebut tidak mengenal Dulmatin alias Yahyah Ibrahim. Penolakan Ba'asyir itu setelah Ubaid menyebut Dulmatin pernah bertemu empat mata dengan Ba'asyir di salah satu ruko di dekat Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo. Menurut jaksa, pertemuan pada Februari 2009 itu merencanakan pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho di Aceh. Hakim menilai, pengakuan Ba'asyir itu tidak didukung alat bukti.
Akhirnya terdakwa kasus tindak pidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir divonis lima belas tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Hakim menilai Ba'asyir terbukti melakukan perbuatan yang menimbulkan suasana teror. Hal yang memberatkan vonis adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan terorisme, dan sudah pernah dihukum sebelumnya tapi mengulanginya lagi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa sudah berusia lanjut dan bersikap sopan selama di persidangan.
Menurut hakim, Ba'asyir terbukti melakukan dakwaan subsider, dan melanggar Pasal 14 jo Pasal 7 Undang-Undang No.15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme karena terbukti menimbulkan suasana teror melalui pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar. Vonis hakim jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa, penjara seumur hidup. Sebelumnya, Ba'asyir dianggap terbukti menggalang dana untuk kegiatan teror. Menurut jaksa, Ba'asyir terbukti melanggar Pasal 14 jo Pasal 11 Undang-Undang No.15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dana yang dikumpulkan Ba'asyir berjumlah Rp 350 juta, yang didapat dari Haryadi Usman (Rp 150 juta) dan Syarif Usman (Rp 200 juta). Duit itu kemudian digunakan Lutfi Haidaroh alias Ubaid untuk membiayai pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar. Ba'asyir mengklaim, duit yang disumbangkan Syarif dan Haryadi ia alokasikan untuk LSM Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C). Duit itu kemudian digunakan Mer-C untuk aksi sosial di Palestina.
Ba'asyir dijerat pasal berlapis dalam dakwaan jaksa, yakni dakwaan primer Pasal 14 jo Pasal 9 UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme, subsider Pasal 14 jo Pasal 7 UU No.15 Tahun 2003, lebih subsider Pasal 14 jo Pasal 11 UU No.15 Tahun 2003. Lapisan dakwaan lebih subsider lagi adalah Pasal 15 jo Pasal 9, dan lebih dalam lagi adalah Pasal 15 jo Pasal 7, kemudian Pasal 15 jo Pasal 11, dan yang paling dalam adalah Pasal 13 huruf a UU No.15 Tahun 2003.
One Response to "VONIS 15 TAHUN PENJARA ABU BAKAR BA'ASYIR"
Terima kasih anda telah berkenan berkunjung dan meninggalkan komentar. DIHARAPKAN tidak melakukan SPAM, SARA, dan memasang link di komentar. Maaf Jika dilanggar maka komentarnya akan dihapus selamanya.