Sejumlah orangtua murid, mengadukan berbagai pungutan sekolah dengan mendatangi Komisi B DPRD Tangerang Selatan (Tangsel). Mereka didampingi sebuah lembaga swadaya masyarakat atau LSM. Rombongan ortu murid didampingi Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Marjinal (LAPAM) dan Education Care (E-Care). Rombongan ini datang menghadap Komisi B DPRD Tangsel yang membidangi masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Menurut Agus M Hidayah dari LAPAM, pihaknya hanya mendampingi para orangtua. Menurut orang tua murid, biaya sekolah di Tangsel sangat membebani orangtua murid. Apalagi pungutan yang ada tidak jelas peruntukannya. Orang tua murid juga mempertanyakan program pendidikan gratis yang diberikan pemerintah kepada seluruh rakyat Indonesia. Menurut para orang tua murid jika pungutan itu tidak dipenuhi, sering kali guru mengintimidasi murid. Akibatnya, murid takut sekolah, dan ini mengkhawatirkan orangtua murid.
Menanggapi keluhan itu, Ketua Komisi B DPRD Tangsel Rommy Adhie Santos meminta Dinas Pendidikan Tangsel mencermati persoalan yang ada dengan memberi sanksi kepada sekolah yang memungut biaya, khususnya bagi SD negeri karena memang harus gratis. Selain itu, pungutan SNIP dan SMA yang tidak jelas segera dihentikan. Menurut Rommy, Pemkot Tangsel memang tidak propendidikan. Ini bisa dilihat dari APBD 2011 yang hanya mengalokasikan dana pendidikan sebesar 6 persen. Padahal, program dari pemerintah pusat minimal 20 persen baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sekeretaris Dinas Pendidikan Tangsel Mathoda menyatakan akan mempelajari keluhan para orangtua siswa. Soal banyaknya pungutan, diakui Mathoda, pihak sekolah negeri kekurangan dana subsidi dari Pemkot Tangsel. Seperti untuk SD, setiap bulan minimal butuh dana Rp 90.000 per murid, sedangkan SMP mencapai Rp 160.000 per bulan per murid. Sementara dana bantuan dari Pemkot Tangsel jauh di bawah itu.
setuju